Foto milik pribadi.

Filsuf Melerai Bentrok

:sebuah puisi.

--

1/

para filsuf adalah mereka yang hobi memikirkan orang lain sedang bentrok di kepala mereka.

melukis kaca jendela pecah di benak — dan kacamata selalu berfungsi menciptakan lebih banyak orang buta.

dan kepala sumbat saling raba. batu-batu jadi jari tangan yang punya kemampuan terbang seperti pesawat tanpa bahan bakar.

polisi — polusi tercipta.

2/

filsuf kemudian kena penyakit. ia sakit mata.

juga tenggorokan yang tersumbat oleh teriakan para pembela gedung fakultas — tidak ada perpustakaan. di kepala.

sebagian yang lain berlarian ke masjid melalui lubang hidung.

mereka berebut siapa yang lebih awal meminum obat flu.

3/

lalu, filsuf kesulitan menjadi dokter bagi matanya sendiri atau bagi tenggorokan orang lain.

ia membuka halaman-halaman buku tapi tiba di halaman kampus yang rumit.

— tempat kebenaran di lempar-lempari seperti nabi Ibrahim melempari kepalanya sendiri. setan.

kita butuh orang botak, dan filsuf adalah gondrong yang rela memotong habis rambutnya.

4/

kini, filsuf jadi gelandangan. menyaksikan cara manusia membangun pemakaman. di kedua telapak tangan mereka.

— dua tetangga saling mencibir soal siapa yang lebih dulu menjadi tuan rumah di koran. dengan cita-cita dapat naik haji.

bagi mereka, ini adalah cara yang baik untuk belajar agar tidak gagal mengerjakan soal ujian di tanah suci.

kita semua adalah filsuf. tapi kita lebih suka menjadi yang lain daripada yang lain dengan cara yang benar-benar lain. lain-lain.

5/

filsuf lalu bersabda:

mari mengakhiri bentrok di puisi ini, biar kata-kata menjadi tetangga.

— seperti dua keping telinga yang tidak pernah saling mencibir. atau yang lain.

lain-lain.

UIN Alauddin, 23 Oktober 2018.

--

--